RUMAH KU MENGHILANG



saya pernah baca buku  dan ada sebuah kutipan yang sangat saya suka
"Rumah Adalah Tempat Terbaik Untuk Pulang"

Tapi bagaimana jika rumah itu hilang ?
Pasti kita akan merasa linglung tidak tau arah, tidak ada tempat untuk beristirahat, tidak ada tempat untuk berteduh dari teriknya matahari dan derasnya hujan.

Menurutku rumah itu memiliki banyak sekali definisi.
selain keluarga ada definsi lain, salah satunya definisi rumah adalah Dia. 
Dia siapa? Dia yang berhasil membuatmu berhenti dari panjangnya pencarian, panjangnya perjalanan tanpa alas kaki, perjalanan sakit yang tidak berwujud tapi sangat perih, perjalanan yang sangat menggairahkan, perjalanan yang sangat menyenangkan hingga terkadang kamu berasumsi kalau dia lebih mengerti dirimu dari pada orang tuamu sendiri.

Dia selalu berhasil membuatmu ingin pulang tanpa harus mengomel , tanpa harus cemberut dan tanpa harus bersedih. aneh memang, tapi itulah definisi lain tentang rumah menurutku.

Dulu saya pernah menghabiskan waktu 5 hari travelling ke daerah Jawa Tengah hanya sendiri.
entah kekuatan apa yang bisa mendorong saya berani untuk melakukan hal itu.
tapi itu cara saya melupakan sejenak tentang hal yang menyesakkan dan menyakitkan.

sebegitu hebatnya kekuatan yang tanpa sadar berani saya lakukan karna itu 1st solo trip di kota orang cuma bermodalkan tanya sana sini karena dulu masih tahun 2014 masih jamannya hp bb. tanpa GPS hanya bermodalkan Trust dan Nekad !
beruntungnya teman ada yang menolong meminta saudaranya untuk memperbolehkan saya menginap di rumahnya walaupun saya harus tetap jalan-jalan sendiri ketika visit tempat wisatanya.

Selepas magrib ketika saya selesai ibadah, entah kenapa hati ini menjerit tanpa henti hingga membuat hati ini sesak. lalu Handphone ku berdering. ku lihat yang muncul nomor tidak dikenal.
berfikir sejenak untuk mengangat atau tidak tapi akhirnya memutuskan untuk mengangkatnya karena ku fikir mungkin temannya saudaraku yang menelpon.

Tapi ketika "Hallo" yang terdengar dari sebrang sana terdengar, seketika tubuhku mendadak membengku seperti sedang berada di dalam Freezer dengan suhu di minust paling rendah.
suara itu, suara isak itu dan suara lemahnya aku masih mengingatnya dengan sangat jelas.
ketika "Hallo" yang kesekian dilontarkan dari sebrang sana saya langsung tersadar dan menyapanya balik sambil menahan tangis yang tak tertahankan karena ku dengar suara itu jauh lebih menonjolkan kesedihan.

Dia memintaku untuk pulang sesegera mungkin, memintaku untuk naik bus yang sangat pagi keesokan harinya tanpa penjelasan apapun. Entah kebodohan atau memang suara untuk pulang itu menyuruhku dengan lantang, aku hanya menurut saja. sekian lama aku tidak pernah mendengar kata "Cepat Pulang Darinya" melainkan aku yang ingin segera pulang menemuinya. Tapi hari itu beda situasinya.

Setelah telephone itu berhasil mati di menit 01:30 langsung aku mengecek tiket bus dengan keberangkatan pada malam itu dan packing dengan tergesa-gesa untuk secepat mungkin sampai jakarta. malam itu aku tidak bisa tidur, benar -benar tidak mengantuk. 
hanya gelisah yang ku rasa di dalam bus.

Sesampainya saya di jakarta, langsung ku telphone orang tua ku untuk ijin tidak langsung pulang kerumah melainkan kerumahnya.
sesampainya di depan gerbang rumahnya, lagi lagi kaki ku seolah sulit bergerak seperti ada paku bumi yangn menuncap di kakiku.

Tiba tiba dia berjalan menghampiriku dengan mimik muka yang tidak pernah ku lihat selama 2 tahun bersamanya. kesedihan yang begitu dalam, penyesalan yang begitu dalam dan amarah yang begitu dalam. Dipeluknya aku olehnya tapi tetap aku hanya bisa diam seribu bahasa dan entah kenapa perlahan ku mulai menangis, bukan karena perih yang ku rasa tapi aku melihat dia yang ku kenal tangguh dan keras menangis tersendu - sendu dengan penyesalan dan kehilangan yang sangat dalam.

Lama dan erat sekali dia memelukku, tidak bisa kupungkiri "aku merindukannya" tapi situasi ini berbeda. ku tau dia memelukku bukan karena rindu tapi karna amarah yang tidak bisa dia lampiaskan. aku mengerti itu, Tanpa dia menjelaskannya pun aku tau, hanya melihatnya dan mendengar suaranya pun aku tau.

Saat itu, ibarat hidupnya seperti bangku yang memiliki 4 kaki dan 1 kakinya patah. goyah dan rapuh.
aku mengerti itu. dan hanya diam yang bisa kulakukan sambil mencerna apa yang sedang terjadi ?
Isak tangis itu lama - lama mulai mereda, pelukannya perlahan mulai melonggar. 
di tariknya aku kedalam mobil dan membelah kermaian dengan sirine yang dibunyikan dari kendaraan seragam coklat itu.
di dalam mobil kami hanya diam, gelisah dan hanya terdengar sesegukan sisa sisa tangis itu. 

kami berhenti dirumah duka, dibukakan pintu mobil olehnya lalu dia memegang tanganku sangat erat menuju ruangan yang penuh dengan karangan bunga kematian yang berjejer dari lorong pertama aku masuk. aku masih mencerna apa yang terjadi? kenapa kita ada kesini?
semakin dekat menuju keruangan yang kami tuju, ku lihat beberapa muka familiar dan mereka hanya menepuk pundakku tetap tanpa penjelasan tapi tangan itu tidak pernah dilepaskan sedikitpun melainkan semakin erat.

Ketika ku lihat ada peti mati di hadapanku yang hanya berjarak beberapa langkah. ku lihat foto dengan senyum manis itu terpampang jelas. perlahan ku lepaskan genggaman yang memaksa untuk tidak melepaskannya.
ketika berjarak 1 langkah dari peti mati itu, aku hanya bisa terdiam tubuhku mulai lemas tak berdaya seperti bangku yang memilik 4 kaki dan 2 kakinya menghilang, tidak ada tumpuan lalu jatuh kebelakang seketika membawa senderan bangku paling atas menyentuh titik terendahnya.
terduduk Lemas dilantai sambil menatap peti mati di depanku dengan foto senyuman yang begitu indah tanpa setetes air mataku keluar sedikit pun.

Sahabatku meninggal, Rumah Terbaikku tempat aku berkeluh kesah, tempat dimana pelukan hangat itu selalu hadir tanpa diminta, tepukan penenang di setiap situasi yang sedang ku alami, seseorang yang mempertemukanku dengan rumah keduaku, rumah yang sangat aku sayangi.

Terpaku, termenung, di lantai dengan tatapan kosong ke peti mati itu.
Lalu dia menghampiriku dengan diam seribu bahasa, sepertinya dia mulai mengerti diriku setelah 2 tahun bersama.

Sejenak aku berfikir dibuatnya. 
Apa ini hukuman dari Tuhan karena aku merahasiakan sedikit saja rahasia dari sahabatku?
Apa sahabatku marah karena aku melupakannya lalu dia memutuskan untuk pergi menghadap Tuhan tanpa berpamit kepadaku?

air mataku perlahan menetes membasahi pipiku dan lama kelamaan semakin deras.
dia memelukku sangat erat dan berkata "kamu tidak pernah salah, mungkin ini memang sudah takdirnya."
dia seperti mengerti apa yang sedang aku fikirkan, senyum tipis itu tiba tiba tergores di pipiku. bukan karena senang tapi seperti disadarkan. 
seseorang akan lebih mengerti dirimu ketika kita sama sama sedang menghadapi situasi yang sama.

Kehilanganmu menjadikan ku seseorang yang tertutup terhadap orang lain karena kepergianmu seperti tamparan terhebat jika memiliki orang yang bisa kamu percaya kenapa harus memilih diam.
itu bukti kemarahanmu karena aku memilih untuk diam. Jadi aku berfikir lebih baik diam tanpa penyesalan karena begitu sulit menemukan orang sepertimu.

maafkan kami( aku dan dia ).


Komentar